urban planning student

Month: November 2016

Minggu-Minggu Pertama di UGM

          Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa kuliah adalah salah satu jembatan untuk menggapai cita-cita, ya salah satunya adalah saya. Di era yang serba kompetitif seperti sekarang ini sulit rasanya mencari pekerjaan yang layak hanya bermodalkan ijazah SMA, toh sarjana saja banyak yang menganggur. Akhirnya keinginan untuk masuk ke perguruan tinggi pun tidak hanya sekedar “ah yang penting kuliah”, calon mahasiswa berbondong-bondong mencari universitas yang akreditasinya sudah mencapai lingkup nasional bahkan internasional seperti Universitas Gadjah Mada.

          Masih ingat sekali di benak saya, bagaimana dulu Balairung dan Grha Sabha Pramana hanya sekedar coretan di dinding kamar, tapi sekarang  semuanya tampak nyata dan menakjubkan. Saya dinyatakan lolos sebagai mahasiswa SNMPTN dan diterima di Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota. Ini merupakan hal terindah dan terbesar yang diberikan Allah kepada saya dan keluarga. Oleh sebab itu tulisan saya kali ini saya beri judul “semakin dekat dengan mimpi”. Ya, di UGM inilah mimpi-mimpi itu terasa semakin dekat dan kembali saya rajut.

          Semenjak merantau ke Yogyakarta dan berkuliah di Universitas Gadjah Mada ada banyak hal baru yang saya pelajari. Mulai dari PPSMB Palapa, saya diajarkan bagaimana membangun mimpi. Disana saya dan teman-teman di gembleng bukan hanya sekedar mimpi, tapi juga BERMIMPI BESAR. Sebab di luar sana banyak orang yang mengecilkan mimpinya dengan alasan takut gagal, tidak sesuai kemampuan dan lain sebagainya, akhirnya mereka hanya memastikan bahwa mimpi mereka itu bisa diraih dengan mudah, tanpa usaha yang keras, ujung-ujungnya menjadi malas, dan pecundang. Selanjutnya di PPSMB Kesatria Fakultas Teknik saya dan teman-teman dididik bagaimana kita bersatu, berkolaborasi, bersinergi, untuk mewujudkan mimpi itu. Karena Indonesia dibangun tidak hanya melalui satu atau dua orang figur hebat, tapi anak-anak bangsa yang saling bersatu untuk menjawab segala macam tantangan yang ada di negaranya. Hal itu disimbolkan dengan penyusunan puzzle Tugu Teknik oleh semua mahasiswa baru

Kelompok PPSMB Suhardi Tjahyono 29 melakukan sesi foto-foto usai pemberian materi di Sekolah Vokasi

Kelompok PPSMB Suhardi Tjahyono 29   melakukan sesi foto-foto usai pemberian materi di Sekolah Vokasi

          Setelah PPSMB selesai, seperti biasa saya mulai mengikuti berbagai macam rangkaian kegiatan perkuliahan. First Gathering, mengisi KRS, minta tanda-tangan dosen pembimbing akademik dan lain sebagainya. Minggu-minggu pertama kuliah, saya masih mencoba beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru. Guru baru, buku baru, suasana kelas yang baru, hingga teman baru. Apalagi kebanyakan dari mereka notebenenya berasal dari berbagai macam daerah, Sabang sampai Merauke. Bahkan kerap kali mereka menggunakan bahasa daerahnya dalam percakapan, membuat saya cukup sulit untuk berbaur. Ya mau tidak mau, yang bisa saya lakukan saat itu adalah listen, open minded, and respect. Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa respect is not demanded, respect is earned. Penghormatan itu datang dengan sendirinya tanpa harus kita minta. Hukumnya sangat sederhana, hormatilah orang lain maka orang lain akan menghormatimu.

          Kurang lebih dua minggu kemudian saya dan teman-teman mengikuti SKALA. SKALA adalah ospek jurusan antara Teknik Arsitektur dan Perencanaan Wilayah dan Kota, karena kami memang belajar di satu atap yakni Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Aneh rasanya jika dalam satu atap kami tak saling mengenal. Oleh karena itu melalui ospek jurusan kali ini kami mulai mengenal satu sama lain, saling tenggang rasa, menyatukan perbedaan tanpa menghilangkan ciri khas kami sebagai mahasiswa arsitektur dan perencana. Hal itu terungkap dalam semboyan kami, Archiplan? Satu !

Keakraban antara Aristektur dan Perencana

Keakraban antara Aristektur dan Perencana

             Kemudian khusus untuk prodi PWK itu sendiri saya dan teman-teman mengikuti suatu pelatihan yang disebut PPM (Pelatihan Perencana Muda).  Kegiatan itu bermaksud untuk menyiapkan kami agar siap dan mampu menjalani kuliah selama empat tahun kedepan. Kami diajarkan skill presentasi, membuat powerpoint yang menarik, mengerjakan tugas essay dan paper. Setelah tugas dikumpulkan dan dinilai ada yang namanya sesi evaluasi. Tugas-tugas kami dipampang di layar kemudian kakak tingkat kami menunjukkan contoh-contoh tugas yang baik dan kurang baik. Tugas yang baik akan diberi apresiasi sementara tugas yang kurang baik harus memperbaikinya kembali. Disana mereka sangat kecewa karena ada beberapa dari kami yang melakukan plagiarisme. Mereka menyebutkan bahwa plagiarisme merupakan suatu yang amat menjijikkan bagi mahasiswa. Bagi siapa saja yang melakukannya mereka tidak akan segan-segan mencoret kertas kami.

          Selain itu, sebagai seorang calon perencana, survei merupakan hal yang wajib bagi kami sebelum membuat laporan. Melalui PPM itulah kali pertama saya melakukan survei. Disana kami dibimbing dan ditemani oleh kakak tingkat. Mereka mengajarkan kami tentang teknik survei, cara mewawancarai yang baik dan benar, bagaimana meng-input data dan lain sebagainya. Jujur saya sangat senang sekali, karena bonus dari survei adalah jalan-jalan. Bagi mahasiswa perantauan seperti saya, mengenal Jogja dan karakteristik orang-orang didalamnya menjadi suatu keharusan untuk proses beradaptasi. Nah, setelah selesai mengikuti survei, output yang harus kami hasilkan adalah berupa maket. Disana leadership kami diasah. Bagaimana bekerja sama dengan teman-teman yang lain tanpa harus mendominasi atau menjadi pasif. Karena di dalam sebuah tim kita harus ingat bahwa kita bukanlah superman yang dapat melakukan semua pekerjaan sendirian, kita harus memberikan kepercayaan kepada orang lain juga untuk melakukan tugasnya. Selain itu, di dalam buku The Wisdom of Teams, Jon R. Katzenbach dan Douglas K. Smith juga dikatakan bahwa seorang pemimpin percaya bahwa keberhasilan yang diperoleh merupakan hasil kerja sama dalam sebuah tim untuk mencapai tujuan yang sama. Namun hal itu belum dapat saya dan tim saya tunjukkan. Alhasil saat display maket dan presentasi, performa kami bisa dibilang gagal dan mengecewakan. Maket yang kami buat dikatakan seperti maket kawasan 40 tahun yang lalu, berantakan dan tidak padat. Kami pun sadar apa kekurangan kami, yaitu kurangnya koordinasi yang baik antar anggota.

Suasana survei di Jalan affandi

Suasana survei di Jalan affandi

Selain kegiatan di perkuliahan saya juga mengikuti UKM yakni Koperasi “Kopma UGM” dan BSO Cendikia Teknik. Di Kopma saya menjadi anggota kewirausahaan karena saya ingin belajar membangun start-up bisnis sebelum saya lulus dari UGM. Saya juga mengikuti acara-acara seminar nasional kepemudaan seperti Young On Top. Disana saya mendapatkan ilmu, wawasan, dan relasi baru. Beberapa tulisan saya diatas juga terinspirasi dari buku karya Billy Boen yang berjudul “Young On Top : 35 Kunci Sukses di Usia Muda”. Beliau adalah Founder dan CEO dari PT. YOT Inspirasi Nusantara. Yakni sebuah komunitas yang berfokus untuk memberdayakan anak muda agar berhasil di usia belia.

Billy Boen, Direktur Young On Top dalam acara YOT Impact Jogja

Billy Boen, Direktur Young On Top dalam acara YOT Impact Jogja

Kemudian yang kedua saya mengikuti BSO Cendikia Teknik dan diterima di departemen akademik. Disana saya mengikuti seminar beasiswa seperti LPDP dan Erasmus+. Menurut saya hal-hal semacam itu perlu dipersiapkan dari sekarang sebagai bekal bagi saya untuk melanjutkan kuliah S2 terutama ke luar negeri.

Acara forga pertama anggota Departemen Akademik Cendikia Teknik

Acara forga pertama anggota Departemen Akademik Cendikia Teknik

 

Diskusi bersama antara Cendikia Teknik dengan Mapres UGM 2016 Alwan Hafidz

Diskusi bersama antara Cendikia Teknik dengan Mapres UGM 2016 Alwan Hafidz

          Sekian cerita saya di minggu-minggu pertama perkuliahan baik kegiatan akademik maupun non-akademik. Masih ada banyak cerita yang akan saya tulis melalui blog ini yaitu sederet kisah selama empat tahun kedepan. Semoga apapun ceritanya harapan saya dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang.

 

Mimpi memang berbeda dengan sebuah kenyataan

Tapi antara mimpi dan kenyataan ada sebuah jalan

–  Merry Riana

 

Referensi :

Boen, Billy. 2016. Young On Top New Edition : 35 Kunci Sukses di Usia Muda. Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka

 

 

Mahasiswa Sibuk vs Mahasiswa Efektif

Menjadi mahasiswa memang memiliki keunikan sendiri. Ada imbuhan “maha” didepan status kesiswaannya. Itu berarti secara tidak langsung mahasiswa dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang lebih dibandingkan siswa biasa. Yakni tanggung jawab kepada dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Saat menyandang status mahasiswa, ia juga dihadapkan pada segudang pilihan. Mulai dari memilih mata kuliah, UKM, BSO, komunitas, event, dan lain sebagainya.

Memang, jalan menuju kesuksesan tak selalu sama.  Mahasiswa memiliki caranya masing-masing untuk menemukan jalan menuju kesuksesan itu. Yang pertama ada yang memilih untuk aktif di organisasi demi mengasah softskillnya. Yah syukur-syukur dari kegiatannya itu pulang-pulang bisa berprestasi, dikasih award berupa beasiswa, penghargaan, dan yang jelas pasti famous. Tapi dibalik keaktifannya pasti ada tugas kampus yang terbengkalai, semua serba deadline, mau gak mau akhirnya harus begadang sampai jam 5 subuh.

Kemudian yang kedua ada pula mahasiswa yang aktif di bidang akademik doang. Mengejar IPK 4,0; lulus tepat waktu, semoga aja bisa cumlaude seperti yang mama papa inginkan. Tapi, hanya berkutat di akademik saja juga tidaklah baik. Mahasiswa juga harus mengasah kecakapannya dalam memimpin, dimana hal itu bisa diperoleh di organisasi. Sehingga disini ada dua tipe besar mahasiswa yaitu mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang kuliah-pulang) dan mahasiswa kurap (kuliah-rapat kuliah-rapat).

Dari dua tipe mahasiswa itu siapa sih yang tak ingin menjadi mahasiswa ideal? aktif di berbagai kegiatan organisasi, tapi nilai akademik tetap oke. Namun untuk berhasil di kedua bidang bukanlah hal yang mudah. Mahasiswa dibatasi dengan waktu dan tenaga. Akhirnya mau tidak mau ada salah satu yang harus dikorbankan. Saya tidak mengatakan mahasiswa yang hanya mengejar akademik saja bakalan susah mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah. Karena banyak orang awam yang mengatakan “hari gini IPK 4 gak jamin loe bakal dapat kerja dengan cepat. Semua harus dibarengi dengan softskills”. Saya juga tidak menyalahkan mahasiswa yang aktif di organisasi doang, karena lagi-lagi orang awam mengatakan “lu organisasi mulu sih, skripsi gak kelar-kelar kan”

Mantan Menteri Pendidikan, Anies Baswedan pernah mengatakan bahwa mahasiswa jangan menyia-nyiakan masa perkuliahannya hanya menjadi mahasiswa kuliah-pulang kuliah-pulang. Mahasiswa juga harus aktif mengikuti pembelajaran di luar kelas. Sebaliknya jika mahasiswa itu aktifis, maka jangan hanya aktifis di luar kelas tapi juga di dalam kelas. Oleh karena itu mahasiswa harus memiliki double track, yaitu track akademik dan track kepemimpinan. Karena dua hal itu yang akan mengantarkan mahasiswa menuju masa depan.

Cocok?

Nah terus gimana sih caranya buat menyeimbangkan antara akademik dengan organisasi. Pasti pengen dong ya aktif di organisasi tanpa harus melalaikan tugas kampus. Karena sekali lagi, tujuan pertama kali kita di universitas adalah kuliah. Mahasiswa harus pandai-pandai memilih kegiatan apa saja yang dapat menunjang minat dan bakatnya yang kelak akan mengantarkan mahasiswa tersebut menuju cita-citanya. Kebijakan dalam memilih dan mengambil keputusan mutlak harus dimiliki oleh seorang mahasiswa.

Nah disini saya mau membagi 2 tipe mahasiswa berdasarkan kegiatannya, yaitu mahasiswa efektif dan mahasiswa sibuk. Apasih perbedaan diantara keduanya? yuk kita telaah!

  1. Mahasiswa sibuk itu selalu mengikuti banyak hal sementara mahasiswa efektif hanya fokus pada satu tujuan

Terkadang, sebagai mahasiswa kita memiliki banyak keinginan. Ingin punya banyak teman, ingin cari pengalaman, sampai ingin ngeksis bareng kakak tingkat. Tidak heran jika banyak mahasiswa yang mencoba segala macam kegiatan tanpa memiliki tujuan yang jelas. Inilah yang membuat mahasiswa cenderung sibuk dengan kegiatan non-akademiknya sehingga record akademiknya menjadi terbengkalai. Padahal jika mahasiswa telah menentukan tujuan yang jelas, bisa saja ia menjadi mahasiswa ideal. Aktif di organisasi dan memiliki prestasi akademik. Misalnya, ada mahasiswa yang gemar menyanyi. Ia ingin mengikuti kontes menyanyi baik tingkat regional maupun nasional. Maka dengan targetnya itu ia cukup mengikuti UKM olah vokal atau paduan suara atau bisa juga menjadi panitia konser. Siapa tau dari pengalamannya jadi pantia, suatu saat dia bisa menggelar konser miliknya sendiri. Mantap kan? Hehe. Jadi, pikirkanlah dua kali sebelum benar-benar memilih suatu organisasi. Pilih organisasi yang membuat kamu bisa berkontribusi total di dalamnya. Fokus. Jangan asal ikut-ikutan teman. Sayang kan kalau kamu punya segudang kegiatan tapi tak satupun dari kegiatan itu ada kontribusimu didalamnya J

  1. Mahasiswa sibuk cenderung tidak memiliki waktu yang cukup sementara mahasiswa efektif hanya menggunakan waktunya untuk hal yang benar-benar penting.

Akibat memilih banyak organisasi, mahasiswa jadi berpikir “aku sibuk, gak punya waktu. Bisa makan aja udah syukur apalagi jalan-jalan”. Wah bayangin aja kalau paradigma seperti ini ada di benak mahasiswa. Betapa suramnya hidup mereka. Padahal masa muda adalah masa dimana kita bisa mengeksplor hal-hal baru disekitar kita. Mengunjungi tempat-tempat baru, bertemu orang-orang baru, dan mendapatkan pengalaman baru. Kalau 24 jam habis untuk kuliah dan rapat, lambat laun mahasiswa itu akan mudah mengalami stress. Berbeda nih dengan mahasiswa efektif, ia akan menyediakan waktu untuk hal-hal yang benar-benar penting, untuk kegiatan yang sesuai dengan yang dipilihnya. Sisanya bisa ia gunakan untuk jalan-jalan. Sekedar refreshing dari tugas-tugas kuliah yang diberikan dosen. Nah, supaya hari kamu lebih efektif cobalah buat priority list kegiatan yang akan kamu ambil dalam hari itu. Porsikan waktu untuk aktivitas, istirahat, dan belajar.

  1. Mahasiswa sibuk cenderung mengatakan “ya” pada semua tawaran, sementara mahasiswa efektif memikirkannya dua kali

Diundang banyak kegiatan memanglah suatu prestise tersendiri bagi mahasiswa. Karena dengan begitu ia akan dianggap penting dan dibutuhkan. Namun, dibalik itu ada hal yang harus jadi pertimbangan. Pertama waktu yang kedua kesehatan. Jangan sampai kegiatan itu benar-benar menyita waktu mahasiswa hingga pergi pagi pulang pagi (udah kayak lagu armada ceritanya). Jangan pula karena menerima banyak kegiatan akhirnya tubuh menjadi tidak fit dan jatuh sakit. Kalau sudah sakit, jangankan untuk ikut kegiatan ini dan itu, sekedar mengerjakan tugas kampus saja mungkin tidak bisa. Akhirnya rugi banyak kan? Kalo mahasiswa efektif dia akan melihat jadwal yang sudah dibuatnya sebelum menerima tawaran. Ia mampu memporsikan mana tawaran yang harus diambil dan mana yang tidak berdasarkan jadwal yang sudah ia buat.

  1. Mahasiswa sibuk memiliki banyak prioritas, mahasiswa efektif memiliki satu-dua prioritas

Memiliki banyak prioritas tentu akan sangat membingungkan. Terlebih lagi jika semuanya berada dalam deadline yang sama. Misal, tugas A harus dikumpul hari senin pagi. Tapi hari minggu kita masih ikut organisasi hingga pulang malam. Kebiasaan anak sekolahan bahkan terbawa sampai kuliah adalah SKS (sistem kebut semalam). Ia mengerjakan tugasnya sampai jam 3 subuh. Kemudian besoknya harus bangun pagi. Siangnya ada rapat. Sorenya ada pelatihan. Setelah itu apa yang terjadi? Yaudah wassalam. Tapi untuk hal-hal semacam itu bisa kita siasati. Misal tugasnya dikumpul hari senin. Dosen pasti memberikan tugas dalam jangka waktu 1 minggu. Usahain deh pas paginya di kasih tugas, malamnya udah mulai nyicil minimal seperempatnya dulu. 4 hari kamu nyicil tugas, lama kelamaan kan beres juga. Gimana kalo tugasnya gak cuma satu? Hmm… saya yakin diantara satu minggu itu pasti ada jam kosong. Contoh nih ada mahasiswa PWK sebut saja Mawar. Dia memiliki jam studio yang berlangsung selama 4 jam. Biasanya dosen datang cuma buat ngeliat-liat progress tugas. Selebihnya, 4 jam itu bebas digunakan untuk apa saja. Nah biasanya, Si Mawar ini menggunakan 2 jam studionya untuk menyelesaikan tugas yang ada hubungannya dengan pelajaran studio. 2 jam nya lagi ia gunakan untuk nyambi tugas-tugas yang lain. Dalam waktu 4 jam itu 2-3 tugas bisa ia selesaikan. Alhasil sorenya masih bisa disempatkan untuk datang rapat. Kalo malamnya mau rapat juga gapapa. Kan tugasnya udah selesai. Trus jam 10 malam bisa langsung tidur deh. Beres kan?

nah, kalau kamu mahasiswa yang mana?

© 2025 Trika Yuliana

Theme by Anders NorenUp ↑