Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa kuliah adalah salah satu jembatan untuk menggapai cita-cita, ya salah satunya adalah saya. Di era yang serba kompetitif seperti sekarang ini sulit rasanya mencari pekerjaan yang layak hanya bermodalkan ijazah SMA, toh sarjana saja banyak yang menganggur. Akhirnya keinginan untuk masuk ke perguruan tinggi pun tidak hanya sekedar “ah yang penting kuliah”, calon mahasiswa berbondong-bondong mencari universitas yang akreditasinya sudah mencapai lingkup nasional bahkan internasional seperti Universitas Gadjah Mada.
Masih ingat sekali di benak saya, bagaimana dulu Balairung dan Grha Sabha Pramana hanya sekedar coretan di dinding kamar, tapi sekarang semuanya tampak nyata dan menakjubkan. Saya dinyatakan lolos sebagai mahasiswa SNMPTN dan diterima di Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota. Ini merupakan hal terindah dan terbesar yang diberikan Allah kepada saya dan keluarga. Oleh sebab itu tulisan saya kali ini saya beri judul “semakin dekat dengan mimpi”. Ya, di UGM inilah mimpi-mimpi itu terasa semakin dekat dan kembali saya rajut.
Semenjak merantau ke Yogyakarta dan berkuliah di Universitas Gadjah Mada ada banyak hal baru yang saya pelajari. Mulai dari PPSMB Palapa, saya diajarkan bagaimana membangun mimpi. Disana saya dan teman-teman di gembleng bukan hanya sekedar mimpi, tapi juga BERMIMPI BESAR. Sebab di luar sana banyak orang yang mengecilkan mimpinya dengan alasan takut gagal, tidak sesuai kemampuan dan lain sebagainya, akhirnya mereka hanya memastikan bahwa mimpi mereka itu bisa diraih dengan mudah, tanpa usaha yang keras, ujung-ujungnya menjadi malas, dan pecundang. Selanjutnya di PPSMB Kesatria Fakultas Teknik saya dan teman-teman dididik bagaimana kita bersatu, berkolaborasi, bersinergi, untuk mewujudkan mimpi itu. Karena Indonesia dibangun tidak hanya melalui satu atau dua orang figur hebat, tapi anak-anak bangsa yang saling bersatu untuk menjawab segala macam tantangan yang ada di negaranya. Hal itu disimbolkan dengan penyusunan puzzle Tugu Teknik oleh semua mahasiswa baru

Kelompok PPSMB Suhardi Tjahyono 29 melakukan sesi foto-foto usai pemberian materi di Sekolah Vokasi
Setelah PPSMB selesai, seperti biasa saya mulai mengikuti berbagai macam rangkaian kegiatan perkuliahan. First Gathering, mengisi KRS, minta tanda-tangan dosen pembimbing akademik dan lain sebagainya. Minggu-minggu pertama kuliah, saya masih mencoba beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru. Guru baru, buku baru, suasana kelas yang baru, hingga teman baru. Apalagi kebanyakan dari mereka notebenenya berasal dari berbagai macam daerah, Sabang sampai Merauke. Bahkan kerap kali mereka menggunakan bahasa daerahnya dalam percakapan, membuat saya cukup sulit untuk berbaur. Ya mau tidak mau, yang bisa saya lakukan saat itu adalah listen, open minded, and respect. Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa respect is not demanded, respect is earned. Penghormatan itu datang dengan sendirinya tanpa harus kita minta. Hukumnya sangat sederhana, hormatilah orang lain maka orang lain akan menghormatimu.
Kurang lebih dua minggu kemudian saya dan teman-teman mengikuti SKALA. SKALA adalah ospek jurusan antara Teknik Arsitektur dan Perencanaan Wilayah dan Kota, karena kami memang belajar di satu atap yakni Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Aneh rasanya jika dalam satu atap kami tak saling mengenal. Oleh karena itu melalui ospek jurusan kali ini kami mulai mengenal satu sama lain, saling tenggang rasa, menyatukan perbedaan tanpa menghilangkan ciri khas kami sebagai mahasiswa arsitektur dan perencana. Hal itu terungkap dalam semboyan kami, Archiplan? Satu !

Keakraban antara Aristektur dan Perencana
Kemudian khusus untuk prodi PWK itu sendiri saya dan teman-teman mengikuti suatu pelatihan yang disebut PPM (Pelatihan Perencana Muda). Kegiatan itu bermaksud untuk menyiapkan kami agar siap dan mampu menjalani kuliah selama empat tahun kedepan. Kami diajarkan skill presentasi, membuat powerpoint yang menarik, mengerjakan tugas essay dan paper. Setelah tugas dikumpulkan dan dinilai ada yang namanya sesi evaluasi. Tugas-tugas kami dipampang di layar kemudian kakak tingkat kami menunjukkan contoh-contoh tugas yang baik dan kurang baik. Tugas yang baik akan diberi apresiasi sementara tugas yang kurang baik harus memperbaikinya kembali. Disana mereka sangat kecewa karena ada beberapa dari kami yang melakukan plagiarisme. Mereka menyebutkan bahwa plagiarisme merupakan suatu yang amat menjijikkan bagi mahasiswa. Bagi siapa saja yang melakukannya mereka tidak akan segan-segan mencoret kertas kami.
Selain itu, sebagai seorang calon perencana, survei merupakan hal yang wajib bagi kami sebelum membuat laporan. Melalui PPM itulah kali pertama saya melakukan survei. Disana kami dibimbing dan ditemani oleh kakak tingkat. Mereka mengajarkan kami tentang teknik survei, cara mewawancarai yang baik dan benar, bagaimana meng-input data dan lain sebagainya. Jujur saya sangat senang sekali, karena bonus dari survei adalah jalan-jalan. Bagi mahasiswa perantauan seperti saya, mengenal Jogja dan karakteristik orang-orang didalamnya menjadi suatu keharusan untuk proses beradaptasi. Nah, setelah selesai mengikuti survei, output yang harus kami hasilkan adalah berupa maket. Disana leadership kami diasah. Bagaimana bekerja sama dengan teman-teman yang lain tanpa harus mendominasi atau menjadi pasif. Karena di dalam sebuah tim kita harus ingat bahwa kita bukanlah superman yang dapat melakukan semua pekerjaan sendirian, kita harus memberikan kepercayaan kepada orang lain juga untuk melakukan tugasnya. Selain itu, di dalam buku The Wisdom of Teams, Jon R. Katzenbach dan Douglas K. Smith juga dikatakan bahwa seorang pemimpin percaya bahwa keberhasilan yang diperoleh merupakan hasil kerja sama dalam sebuah tim untuk mencapai tujuan yang sama. Namun hal itu belum dapat saya dan tim saya tunjukkan. Alhasil saat display maket dan presentasi, performa kami bisa dibilang gagal dan mengecewakan. Maket yang kami buat dikatakan seperti maket kawasan 40 tahun yang lalu, berantakan dan tidak padat. Kami pun sadar apa kekurangan kami, yaitu kurangnya koordinasi yang baik antar anggota.

Suasana survei di Jalan affandi
Selain kegiatan di perkuliahan saya juga mengikuti UKM yakni Koperasi “Kopma UGM” dan BSO Cendikia Teknik. Di Kopma saya menjadi anggota kewirausahaan karena saya ingin belajar membangun start-up bisnis sebelum saya lulus dari UGM. Saya juga mengikuti acara-acara seminar nasional kepemudaan seperti Young On Top. Disana saya mendapatkan ilmu, wawasan, dan relasi baru. Beberapa tulisan saya diatas juga terinspirasi dari buku karya Billy Boen yang berjudul “Young On Top : 35 Kunci Sukses di Usia Muda”. Beliau adalah Founder dan CEO dari PT. YOT Inspirasi Nusantara. Yakni sebuah komunitas yang berfokus untuk memberdayakan anak muda agar berhasil di usia belia.

Billy Boen, Direktur Young On Top dalam acara YOT Impact Jogja
Kemudian yang kedua saya mengikuti BSO Cendikia Teknik dan diterima di departemen akademik. Disana saya mengikuti seminar beasiswa seperti LPDP dan Erasmus+. Menurut saya hal-hal semacam itu perlu dipersiapkan dari sekarang sebagai bekal bagi saya untuk melanjutkan kuliah S2 terutama ke luar negeri.

Acara forga pertama anggota Departemen Akademik Cendikia Teknik

Diskusi bersama antara Cendikia Teknik dengan Mapres UGM 2016 Alwan Hafidz
Sekian cerita saya di minggu-minggu pertama perkuliahan baik kegiatan akademik maupun non-akademik. Masih ada banyak cerita yang akan saya tulis melalui blog ini yaitu sederet kisah selama empat tahun kedepan. Semoga apapun ceritanya harapan saya dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Mimpi memang berbeda dengan sebuah kenyataan
Tapi antara mimpi dan kenyataan ada sebuah jalan
– Merry Riana
Referensi :
Boen, Billy. 2016. Young On Top New Edition : 35 Kunci Sukses di Usia Muda. Yogyakarta : PT. Bentang Pustaka
Recent Comments